Bercermin dari PDAM Surabaya, Pelanggan Bingung Tagihan Melonjak Akibat Perubahan Reklas Tarif

Tagihan air ribuan pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Surabaya tiba-tiba naik drastis. Padahal, PDAM tidak pernah menaikkan tarif sejak 2005. Itu disebabkan Wali Kota Tri Rismaharini tidak mengizinkan ketentuan tarif diubah.

Lalu, mengapa banyak yang protes? Mardiana, misalnya. Perempuan asal Benowo itu biasanya hanya membayar Rp 500 ribu per bulan Namun, tagihan airnya bulan ini tiba-tiba jadi Rp 900 ribu. Hampir dua kali lipat.

”Sudah lapor ke PDAM, saya diminta siapkan data-data,” katanya.

Mardi –sapaan akrabnya– diminta mengirimkan foto rumah, tagihan PBB, KTP, dan rekening listrik. Semua data itu sudah disiapkan, tapi belum dikirim. Dia heran mengapa tagihannya tiba-tiba naik.

Saat menelepon PDAM, petugas menerangkan bahwa kenaikan tarif itu disebabkan perubahan peruntukan bangunan. Yang semula rumah hunian berubah jadi kos-kosan.

”Tapi, kos saya ini hanya tujuh kamar. Sewanya pun cuma Rp 250 ribu. Kena tarif air sama listrik saja sudah enggak dapat untung saya,” katanya.

Tarif hunian yang dulu murah kini diubah menjadi tarif bisnis. PDAM memiliki 11 tingkatan tarif. Yang termurah tempat ibadah dan rumah susun yang cuma Rp 600 per meter kubik. Tarif termahal berada di bandara dan pelabuhan. Per meter kubiknya Rp 10 ribu.

Tingkatan tarif ditentukan dari lebar jalan, daya listrik, peruntukan bangunan, dan PBB. Itu diatur dalam Perwali Nomor 55 Tahun 2005 dan Peraturan Perusahaan Nomor 4 Tahun 2008. PDAM memiliki kewenangan untuk melakukan rekategori tarif pelanggan.

Namun, Mardi merasa perubahan tersebut tak adil. Sebab, kos-kosan miliknya tergolong kecil dan dihuni warga berpenghasilan rendah. Jalan untuk masuk ke kos pun tak sampai 2 meter. ”Panggone nyelempit,” ujarnya.

Nur Hidayati, warga Gadel Timur, Kecamatan Tandes, mengeluhkan hal serupa. Dia protes karena tidak ada petugas PDAM yang menyurvei rumahnya. Tiba-tiba saja tarifnya naik. Yang semula berkisar Rp 100 ribu–Rp 160 ribu per bulan menjadi Rp 210 ribu bulan ini. ”Saya herannya kok enggak ada petugas yang datang, tahu-tahu tarif naik. Dasarnya apa?” kata Hidayati kemarin (30/12).

Dia menerangkan, rumahnya tidak berubah jadi kos-kosan. Jalan di depan rumahnya cuma 3 meter. Luas rumahnya juga hanya 5 x 12 meter.

Saat mengecek rekeningnya, ternyata dia sudah tidak lagi menjadi pelanggan PDAM kategori 3 A. Namun, dia beralih jadi pelanggan 2 B yang lebih mahal. ”Sudah dua bulan ini ternyata,” lanjutnya.

Hidayati meminta petugas PDAM datang ke rumahnya dan mengecek langsung kondisinya. Dia berharap mulai bulan depan tarifnya bisa normal lagi.

Manajer Tata Usaha dan Humas PDAM Adi Nugroho menegaskan, tidak ada kenaikan tarif. Yang ada adalah penyesuaian atau rekategori tarif. ”Misalnya kos-kosan, tarifnya ikut tarif bisnis dan usaha. Bukan lagi rumah,” katanya.

Salah satu cara PDAM untuk memantau perubahan data pelanggan adalah melalui petugas pencatatan meter. Merekalah yang selama ini mengetahui kondisi di lapangan. Jika dilihat bahwa bangunan tersebut sudah beralih fungsi jadi kos-kosan, usaha laundry, ruko, atau bahkan hotel, tarifnya pun harus disesuaikan.

Jika pelanggan merasa perubahan tersebut tidak sesuai dengan kondisi di lapangan, mereka diminta segera melapor. Adi menyarankan pelanggan tak perlu datang ke kantor PDAM. Cukup melapor melalui WhatsApp (lihat grafis). ”Enggak perlu datang, nanti biar petugas yang mengecek ke tempat pelanggan,” ujarnya.

Adi tidak memungkiri bahwa data PDAM bisa keliru. Karena itulah, peran aktif pelanggan sangat dibutuhkan untuk validasi data.

(sumber:jawapos/internet)